Kamis, 26 Juni 2014

HUKUM DAGANG (KUHD)



HUKUM DAGANG

Pengertian Hukum Dagang


        Hukum dagang sejatinya adalah hukum perikatan yang timbul dari lapangan perusahaan. Istilah perdagangan memiliki akar kata dagang. Dalam kamus besar BahasaIndonesia (KBBI) istilah dagang diartikan sebagai pekerjaan yang berhubungan dengan menjual dan membeli barang untuk memperoleh keuntungan. Istilah dagang dipadankan dengan jual beli atau niaga. Sebagai suatu konsep, dagang secara sederhana dapat diartikan sebagai perbuatan untuk membeli barang dari suatu tempat untuk menjualnya kembali di tempat lain atau membeli barang pada suatu saat dan kemudian menjualnya kembali pada saat lain dengan maksud untuk memperoleh kuntungan. Perdagangan berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan dagang (perihal dagang) atau jual beli atau perniagaan (daden van koophandel) sebagai pekerjaan sehari-hari.
        Ada isitlah lain yang perlu untuk dijajarkan dalam pemahaman awal mengenai hukum dagang yaitu pengertian perusahaan dan pengertian perniagaan. Pengertian perniagaan dapat ditemukan  dalam kitab undang-undang hukum dagang sementara istilah perusahaan tidak. Pengertian perbuatan perniagaan diatur dalam pasal 2 - 5 kitab undang-undang hukum dagang. Dalam pasal-pasal tersebut, perbuatan perniagaan diartikan sebagai perbuatan membeli barang untuk dijual lagi dan beberapa perbuatan lain yang dimasukkan dalam golongan perbuatan perniagaan tersebut. Sebagai kesimpulan dapat dinyatakan bahwa pengertian perbuatan perniagaan terbatas pada ketentuan sebagaimana termaktub dalam pasal 2 - 5 kitab undang-undang hukum dagang sementara pengertian perusahaan tidak ditemukan dalam kitab undang-undang hukum dagang.

Hubungan Hukum Dagang dan Hukum Perdata

        Sebelum mengkaji lebih jauh mengenai pengertian hukum dagang, maka perlu dikemukakan terlebih dahulu mengenai hubungan hukum dagang dan hukum perdata. Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antra perseorangan yang lain dalam segala usahanya untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu bidang dari hukum perdata adalah hukum perikatan. Perikatan adalah suatu perbuatan hukum yang terletak dalam bidang hukum harta kekayaan, antra dua pihak yang masing-masing berdiri sendiri, yang menyebabkan pihak yang satu mempunyai hak atas sesuatu prestasi terhadap pihak yang lain, sementara pihak yang lain berkewajiban memenuhi prestasi tersebut.
        Apabila dirunut, perikatan dapat terjadi dari perjanjian atau undang-undang (Pasal 1233 KUHperdata). Hukum dagang sejatinya terletak dalam hukum perikatan, yang khusus timbul dari lapangan perusahaan. Perikatan dalam ruang lingkup ada yang bersumber dari perjanjian dan dapat juga bersumber dari undang-undang.
        Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. Hukum perdata diatur dalam KUHperdata dan Hukum Dagang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Kesimpulan in sekaligus menunjukkan bagaimana hubungan antar hukum dagang dan hukum perdata. Hukum perdata merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum dagang merupakan hukum khusus (lex specialis). Dengan diketahuinya sifat dari kedua kelompok hukum tersebut, maka dapat disimpulkan keterhubungannya sebagai lex specialis  derogat lex generalis, artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum. Adagium in dapat disimpulkan dari pasal 1 Kitab undang-Undang Hukum Dagang yang pada pokoknya menyatakan bahwa: â??Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seberapa jauh dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang disinggung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

Perkembangan Hukum Dagang

        KUHPerdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang diberlakukan di Hindia Belanda berdasarkan asas konkordansi. Asas Konkordansi menyatakan bahwa hukum yang berlaku di Belanda, berlaku juga di Hindia Belanda atas dasar asas unifikasi. Wetbook van Koophandel disahkan oleh Pemerintah Belanda dan mulai berlaku pada tanggal 1 okt 1838. Berdasarkan asas konkordansi, diberlakukan di Hindia Belanda berdasarkan Staatblaad 1847 No. 23 yang mulai berlaku pada tanggal 1 mei 1848.
        Apabila dirunut kebelakang, Wetbook van Koophandel atau Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Hindia Belanda) merupakan turunan dari Code du commersi Perancis tahun 1808, namun demikian, tidak semua isi dari Code du Commerse diambil alih oleh Pemerintah Belanda. Misalnya tentang Peradilan khusus yang mengadili perselisihan dalam lapangan perniagaan, yang dalam code du commerse ditangani oleh lembaga peradilan khusus (speciale handelrechtbanken), tetapi di Belanda perselisihan in ditangani dan menjadi jurisdiksi peradilan biasa.
        Sementara itu, di Perancis sendiri Code du Commerse 1908 merupakan kodifikasi hasil penggabungan dari dua kodifikasi hukum yang pernah ada dan berlaku sebelumnya, yaitu Ordonance du Commerse 1963 dan Ordonance de iamarine 1681. Kodifikasi Perancis yang pertama ini  terjadi atas perintah ra Lodewijk.
        Kitab Undang-Undang Hukum Dagang masih berlaku di Indonesi berdasarkan Pasal 1 aturan peralihan UUD 1945 yang pada pokoknya mengatur bahwa peraturan yang ada masih tetap berlaku sampai pemerintah Indonesi memberlakukan aturan penggantinya. dinegri Belanda sendiri Wetbook van Koophandel telah mengalami perubahan, namun di Indonesi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak mengalami perubahan yang komprehensif sebagai suatu kodifikasi hukum. Namun demikian kondisi ini tidak berarti bahwa sejak Indonesi merdeka, tidak ada pengembangan peraturan terhadap permasalahan perniagaan. Perubahan pengaturan terjadi, namun tidak tersistematisasi dalam kodifikasi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. perubahan pengaturan terhadap masalah perniagaan di Indonesia dilakukan secara parsial (terhadap substansi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) dan membuat peraturan baru terhadap substansi yang tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
        Kitab Undang-Undang Hukum Dagang pada dasarnya memuat dua (2) substansi besar, yaitu tentang dagang pada umumnya dan tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang terbit dari pelayaran.
 
        Bursa yang diaitur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang telah mengalami perkembangan yang sangat pesat melalui lembaga pasar modal sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan Bursa Komoditi Berjangka yang diatur dalam UU No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. Terhadap ketentuan wesel, cek, promes, sekalipun belum diubah tetapi lembaga surat berharga telah dilengkapi dengan berbagai peraturan yang tingkatnya dibawah UU, khusus untuk Surat Utang yang termasuk dalam kategori surat berharga, diatur dalam UU No. 24 Tahun 2002. Sementara tentang Pertanggungan (asuransi) telah berkembang menajdi industr yang sangat besar. Pengaturan terhadap pertanggungan telah mengalami perkembangan yang cukup mendasar, khususnya dengan diberlakukannya UU No. 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian.

Berikut ini saya akan memberi contoh kasus dalam hukum dagang

Kasus hukum dagang 1


Kasus hukum dagang berikut ini sebenarnya merupakan bagian dari hukum kepailitan. Namun kepailitan juga diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Berikut ini kasus hukum dagang 1.
Sebuah perusahaan mempunyai utang kepada tiga kreditur. Perusahaan tersebut berjanji akan membayarnya sesuai perjanjian yang telah disepakati kepada ketiga kreditur tersebut. Setelah dilakukan beberapa kali penagihan hingga jatuh tempo, utang itu belum juga dilunasi oleh perusahaan itu. Dalam kondisi seperti ini bisakah perusahaan dipailitkan?
Dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.

Permohonan pernyataan pailit dapat diajukan ke pengadilan Niaga. Pengajuan itu harus memenuhi persyaratan sesuai dengan pasal 2 ayat 1 dan pasal 8 ayat 4 Undang-Undang Kepailitan. Ketentuan yang dimaksud dalam pasal tersebut secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut:
Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar luna sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya.

Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit telah terpenuhi.
Undang-Undang Kepailitan juga mengatur syarat pengajuan pailit terhadap debitur-debitur tertentu sebagai berikut:

  1. Dalam hal debitur adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia
  2. Dalam hal debitu adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dalam diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.
  3. Dalam hal debitur adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun atau badan usaha milik negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.


Kasus Hukum Dagang II

Contoh kasus hukum dagang selanjutnya adalah kasus hukum dagang yang terkait dengan merk dagang. Berikut ini contoh kasus hukum dagang II.

Seorang pengusaha menciptakan sebuah produk yang kemudian menjadi barang dagangannya. Desain logo untuk merek produk tersebut ternyata sama dengan desain merk sebuah perusahaan lain yang telah lebih dahulu ada dan terdaftar, perbedaannya hanya terdapat pada nama produknya saja. Oleh karena itu, perusahaan yang telah lebih dahulu mendaftarkan itu merasa dirugikan karena logo merknya ditiru dan menggugat pengusaha yang dianggap meniru itu. Bagaimana penyelesaiannya?
Pada dasarnya, merk adalah tanda berupa gambar, susunan warna, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki pembeda, dan digunakan dalam kegiatan perdagangan yang sama. Sedangkan merek dagang adalah merek barang yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang sejenis lainnya, maksudnya adalah barang yang termasuk dalam satu cabang industri atau satu cabang perdagangan yang sama.

Terdapat beberapa ketentuan mengenai merek yang tidak diperbolehkan dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, seperti:

  1. Merek orang lain yang sudah terdaftar terlebih dahulu untuk barang dan atau jasa yang sejenis
  2. Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan jasa sejenis
  3. Indikasi geografis yang sudah terkenal
Maka dalam hal ini pengusaha tersebut telah melanggar apa yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang HAKI, yaitu telah membuat logo merek sama dengan logo perusahaan lain yang telah terdaftar, walaupun terdapat perbedaan pada namanya. Ini dapat dikategorikan sebagai merek sama pada pokoknya.

Maka dalam hal ini pengusaha tersebut telah melanggar hak cipta dan perusahaan yang lain tersebut berak mendapatkan keadilan atas hak kekayaan intelektual yang dimilikinya. Perusahaan tersebut dapat menggugat pengusaha lainnya terkait dengan peniruan logo.


sumber: 
- http://statushukum.com/hukum-dagang.html
- http://statushukum.com/kasus-hukum-dagang.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar